Saturday 5 March 2016

Silau Man !!!

Silau Man
”Nggak deh, Mi. Andi malu.” tolak Andi bersikeras.
Si mami nggak langsung merespon, hanya bibirnya saja yang terus senyum-senyum aneh, tapi nggak lama karena setelah itu anaknya laki-lakinya itu langsung melotot tajam waktu ngelihat maminya hendak tertawa.
”Mamiiiii.... ” teriaknya marah.
”Andi, mami minta maaf deh. Habisnya cuma itu satu-satunya cara.”
”Pokoknya nggak, Andi nggak mau. Titik.” ujarnya sedikit tenang.
”Tapi kan...”
”Ahh, nggak pake tapi, nggak pake’ koma, pake’nya titik.”
Terbayang olehnya tawa ejekan dari teman-temannya nanti ketika melihat kedatangannya dengan keadaan yang memalukan seperti itu. Oh no! Batinnya menjerit.
”Aku mau jalan dulu deh, Mi.” ujar Andi akhirnya.
”Kemana?” tanya mami dengan masih menyisakan senyum di bibir.
”Ke tempat teman, mau minta saran. Andi yakin, mereka nggak mungkin setega mami, mereka nggak mungkin ketawa.” balasnya yakin seyakin-yakinnya.
”Oh.” Jawab mami singkat.
Cuma oh? Ya ampun mami, tega banget sih sama anak sendiri, bukannya dikasih dukungan, Cuma bilang oh??? Sungguh terlalu.
Dengan kesal Andi pun beranjak dari kursi, mengambil ransel kemudian tanpa cipika-cipiki doi cabut sebelum akhirnya mami memanggil dengan suara super lembut.
Sontak Andi berbalik, mengira maminya akan menahan kepergiannya, atau setidaknya mengucapkan sesuatu yang paling tidak bisa membuatnya tenang, aman, damai, tentram, bahagia dan sehat sentosa. Nah lo, jadi jaka sembung.
”Kenapa, mi?”
”Nih.”
Mami melemparkan topi kupluk ke arah Andi dengan wajah tanpa dosa.
”Cara alternatif nomor satu.” katanya sambil mengedipkan mata ke Andi.
Arghhh...
Andi pun berangkat ke rumah Diana sahabat karibnya, dan kebetulan ada Lina dan Hendra disana. Kedatangannya memang disambut dengan suka cita, tapi siapa menyangka ketika Andi membuka topinya, meledaklah tawa ketiga sahabatnya. Bukannya memberi saran atau masukan, semuanya malah ngakak di hadapannya, tanpa rasa segan. Bahkan si Lina, yang wataknya memang suka ceplas-ceplos dengan santainya berkata,
”Sejak kapan lo doyan model begituan?”
Wadaw... sakit hati banget bo!! Belum juga dimintai saran, udah diledekin duluan, ternyata oh ternyata...
Diana tertawa ngakak sambil terus memegang perutnya yang berisi lemak, not beby. Lina sendiri yang membuat guyon tak kalah hebohnya, dengan semangat 45 ia memukul-mukul meja yang ada di hadapannya. Bahkan Hendra, cowok cakep yang nggak hobby tertawa saja jadi ikutan ngakak nggak karuan, liurnya saja sampai muncrat-muncrat keluar. Hanya Andi, cowok kemayu yang sama sekali tak menampakkan ekspresi akan tertawa, seperti yang dilakukan ketiga sahabatnya itu. Hanya wajahnya saja yang terlihat begitu merah padam.
”Sialan lo semua!!” Katanya kesal. Diraihnya ransel yang tergeletak di lantai, kemudian pergi tanpa pamit meninggalkan ketiga makhluk hidup yang sudah mulai meracau, ketawanya saja sudah mirip nenek lampir.
”Nah lo, ngambek tuh!” teriak Diana ketika Andi sudah sampai pintu. Ihh... beneran deh, Tegaaa....
”Shut the fuck up!!!”
Dan Brakkk...
Pintu tertutup dengan suara bantingan yang keras. Ketiga sabahat yang super tega itu pun kaget bukan kepalang mendapat perlakuan seperti itu dari seorang Andi yang selama ini tak pernah marah, bahkan jika diejek. Tapi kok sekarang jadi ngambek gitu? Pikir mereka heran. Bahkan Andi sendiri tak tahu kenapa ia bisa semarah itu.
***
Andi bingung, siapa yang harus disalahkan atas apa yang menimpanya hari ini. Meski doi sudah habis-habisan ngomel sama adik laki-lakinya yang masih berumur enam tahun itu, tapi tetap saja tidak dapat menyelesaikan masalahnya. Sialnya lagi, nggak ada seorang pun yang bisa dimintai saran. Bahkan temannya sekali pun.
”Potong aja, Kak.” kata adiknya polos.
”Apa? Kepalamu sini kupotong. Bikin masalah aja.”
”Ih, kak Andi jahat. Mami...” rengeknya manja sambil memanggil mami yang hanya melihat tingkah kedua anak laki-lakinya.
”Nangis... nangis. Enak ya, sudah gunting-gunting rambut orang semaunya gitu.”
”Dimas kan cuma pengen belajar potong rambut.” balas Dimas membela diri.
”Eh, mau belajar tuh jangan yang beginian, bahaya. Belajar, ya baca buku sana.” teriaknya semakin kesal.
”Dimas kira kak Andi nggak marah, habisnya kak Andi kan diam aja waktu Dimas potong rambutnya.”
”Ya iyalah kakak diam, lagi asik tidur juga.”
”Oh.” jawabnya singkat, sama seperti yang maminya ucapkan tadi siang.
”Bete bete ah!!”
***
Singkat kata singkat cerita, Andi pun menuruti saran mami dan adiknya. Dengan langkah lunglai ia pun pergi ke salon, mengatakan pada karyawannya untuk segera mencukur habis rambutnya. Botak, botak deh sekalian.
Dan setelah beberapa menit kemudian, selesailah prosesi pencukuran rambut tersebut. Andi sengaja tidak melihat cermin, pikirnya nanti saja, selesai dicukur. Dan betapa keget bukan kepalangnya Andi ketika melihat dirinya di cermin, bahkan ia sendiri sempat pangling, itukah dirinya yang sekarang???
Silau abizzz deh!!!
”Ih, lecek bo!” komentar salah seorang karyawan salon yang sudah menjelma menjadi perempuan.
”Apa tuh?”
”Lekong Cekong, bo.”
Mhhh... akhirnya datang juga. Kiamat.
Tak bedanya sewaktu Andi di salon tadi, mami dan adiknya Dimas tak henti-hentinya memuji-muji penampilan Andi. Tapi bukannya senang, Andi malah merengut.
”Andi nggak suka dibilang cakep.”
”Lalu?”
”Pokoknya nggak suka.”
”Iya deh, anakku yang tampan.”
”Mami...”
Hilang sudah kesabaran Andi, ia pun pergi dengan BIMOLI, alias bibir monyong lima centi. Dalam hati ia menggerutu, kenapa sih hari ini gue sial banget?
Ia berencana menemui ketiga sahabatnya lagi, dan berharap kali ini mereka tidak mengecewakannya lagi. Andi sengaja tidak membawa topi, karena ia tak mau melihat temannya kaget dan tertawa ngakak lagi. Tapi tidak seperti apa yang diduga sebelumnya, ketika Andi sudah sampai ke rumah Diana yang kebetulan saat itu juga hadir kedua temannya, Hendra dan Lina semuanya malah mematung, seolah tak mengenali siapa yang sedang berdiri di hadapan mereka.
“Cari siapa?” Tanya Diana polos.
Andi mengerutkan dahi, “Ya cari kalian lah, siapa lagi?”
Diana cs bingung, masing-masing dengan ciri khasnya, Hendra yang mengerutkan dahi, Diana yang garuk-garuk kepalanya yang memang kutuan, dan Lina yang menyipitkan matanya yang sudah sipit dari sononya.
“Emang lo siapa?”
“Ya Ampun, gue nggak dikenali? Tega banget sih kalian ini?”
“Emang kami kenal sama lo?”
“Ampun DJ!!! Gue ANDI.” Teriak Andi jengkel. Sialan banget sih, masa segitunya cakepnya gue ampe nggak ada yang kenal. Batinnya bergumam.
“Andi?” Tanya Diana tak percaya, Lina dan Hendra yang sedang asik duduk di sofa segera menghampiri kedua sahabatnya yang sedang berdiri di pintu.
“Lo Andi?” Ulangnya lagi. Andi hanya manggut-mangut mengiyakan.
“Anjrit. Lo cakep banget. Pangling gue lihat penampilan lo, cakep banget, swear tekewer-kewer.” Lina berteriak kaget mendapati sahabatnya kini menjelma menjadi sosok pria yang amboy cuakepnya...
“Ihhh... sebel deh. Kok semua pada kompakan bilang gue cakep sih?”
“Yah, dipuji kok marah sih? Bangga dong.” Balas Hendra yang tampaknya iri dengan penampilan baru Andi, soalnya seumur-umur doi belum pernah dibilang cakep.
“Gue pengen jadi tuyul. Puas lo?” Ujar Andi mangkel.
Emosinya udah nyampe ke ubun-ubun, doi berbalik cepat, pengen pulang. Pokoknya Andi udah dongkol banget, serba salah deh. Dipotong salah, nggak dipotong justru tambah salah.
Tapi sebelum Andi sampai di pintu pagar, Hendra, Lina dan Diana koor teriak,
“Silau man!! Hahaha....”

length/3); var r=t.lastIndexOf(" "); if(r>0) {obj0.innerHTML=s.substr(0,r);obj1.innerHTML=s.substr(r+1);}

No comments:

Post a Comment